Sunday, December 20, 2009

Koin Untuk Keadilan - Dan People Power 2.0



Hari ini, konser Koin Untuk Keadilan diselenggarakan di Hard Rock Cafe, Jakarta, sebuah acara yang merupakan sebuah inisiatif para musisi, label dan profesional media untuk menggalang dana untuk Prita Mulyasari (pada awalnya) dan berubah jadi salah satu acara simbol generasi muda Indonesia melawan ketidakadilan.

Berhubungan atau tidak, kita melihat sebuah pergerakan baru generasi muda Indonesia untuk mengangkat sebuah isu sosial, dengan cara yang jauh lebih 'media-friendly', yang mulai terlihat pertengahan Juli lalu. Barisan-barisan demonstran sudah mulai ditinggalkan, karena ekspresi orasi di jalanan sudah dimiliki berbagai rombongan yang lain, yang suaranya cenderung hilang di antara berita macet dan klakson mobil.

Mengangkat sebuah isu yang harus disosialisasikan dan didukung ternyata bisa dilakukan secara lebih simpatik dan efektif - melalui media, melalui seni, dan dengan bahasa yang lebih moderat dan dapat diterima orang kebanyakan.

Seorang kawan pernah bertanya, mengapa semua orang mengumpulkan koin untuk Prita? Apa kabar berbagai ketidakadilan lain yang sudah marak di Indonesia? Yang harus kita tanya, aoa yang membuat kasus ibu Prita Mulyasari berbeda dengan berbagai kasus dan berita lain yang tiap hari muncul?

Pengumpulan koin untuk Prita yang berhasil mencapai Rp 650 juta itu memberikan sebuah jalur ekspresi untuk orang dari berbagai kalangan dan lapisan masyarakat - untuk melawan ketidakadilan. Seseorang yang hanya memiliki keping uang Rp 100 pun, bisa menyerahkan koin ke tempat koleksi, dan berkata, 'Saya, hari ini, telah berjuang melawan ketidakadilan'. Sumbangan dari siapapun, dan sebanyak apapun, mempunyai arti kolektif yang kuat: bahwa bersama-sama, kita bisa membuat sebuah langkah perbedaan; tidak perlu pansus atau tim pencari fakta.

Kuncinya mudah: berikan sebuah jalur ekspresi yang mudah dilakukan oleh banyak orang, untuk berbagai alasan - misalnya, menyumbang koin, atau memakai batik - dan kita akan lihat bahwa ternyata masyarakat Indonesia, hari ini, ternyata tidak setidakberdaya dan apatis yang dikira.

Gerakan Koin Keadilan untuk Prita bergerak secara lebih cerdas, lebih cermat dan lebih mendalam jika dibandingkan berbagai tuntutan protes gerombolan massa yang hampir tiap hari menyambangi berbagai instansi dan lokasi lain. Kenapa? Karena opini publik bisa terbentuk, dan publik juga diberikan cara untuk mendukung yang mudah.
Tanpa mengurangi rasa hormat dan kagum kepada pencetus kampanye Koin Keadilan untuk Prita beserta berbagai aktivitasnya, gerakan ini hanya akan sebesar ini jika didulung oleh banyak orang yang bergerak secara bersama-sama, dengan premis yang sederhana, dan tujuan jelas. People Power 2.0 ditentukan oleh konsep komunikasi yang jelas dan cara terlibat yang mudah, ketimbang didasarkan konsep politik atau filosofis yang mendalam yang diperkuat jumlah massa yang besar.

Penekanan pada kesederhanaan cara berpartisipasi sebenarnya sudah ada semenjak pita merah untuk kewaspadaan HIV/AIDS (atau malah sebelumnya), gelang karet Livestrong, sampai kampanye Product Red. Namun perlawanan rakyat melawan apatisme dirinya sendiri, untuk melawan terorisme, membanggakan batik, sampai mengumpulkan koin untuk melawan ketidakadilan, merupakan fenomena yang cukup baru dan menggembirakan di Indonesia.

Dukungan menggebu-gebu profesional musisi, media dan industri musik untuk konser hari ini merupakan salah satu perwujudannya - dan akan melaksanakan tugasnya yang utamanya, yaitu: menginspirasi orang bahwa siapapun dapat bertidak dan melawan ketidakadilan, sekecil atau sebesar apapun kontribusinya. Karena musuh terbesar masyarakat Indonesia sekarang bukan penjajah asing, tapi penjajah yang adalah saudara sendiri.

Kita yang berbuat, tidak perlu menunggu pemerintah atau Presiden berbuat. Dengan kekuatan crowdsourcing, tujuan yang jelas dan dapat didukung akan muncul dengan sendirinya melalui diskusi sehat dan terbuka. Dan ekspresi dukungan pun bisa dilakukan dengan berbagai cara.

Hari ini saya bangga berbangsa Indonesia - dan saya lebih senang lagi bahwa perjuangan demi bangsa dan negara yang lebih baik, ternyata ada di benak banyak orang secara serempak. Energi sudah ada, jadi mari kita tuangkan dalam apapun yang menurut kita akan membuat negeri ini lebih baik. Setiap 'koin' yang kita sumbangkan demi bangsa, akan berarti banyak untuk bangsa secara keseluruhan. Nggak perlu lihat atau hitung siapa menyumbang berapa, yang penting sumbangannya dulu. Dengan cara ini, mudah-mudahan, orang-orang yang konon katanya pemimpin bangsa kita, akan tergerak untuk kembali melihat gambaran besar membangun bangsa, dan tidak membiarkan negeri ini tertelan dan tenggelam oleh hisapan politik busuk.

Perjuangan masih berlanjut, kawan!

Friday, October 2, 2009

Batik, Revolusi, dan #IndonesiaUnite

Hari ini, 2 Oktober 2009, batik akan diresmikan oleh UNESCO sebagai World Heritage dari Indonesia. Tepatnya batik tulis sih, tapi ya batik. Banyak masyarakat Indonesia akan merayakan hal ini, dan turut bangga akan warisan budayanya, dengan menggunakan batik pada hari ini. Berhubung gue belum berangkat dari rumah, kita lihat saja seberapa banyak orang pakai batik.

Masih belum jam 8 pagi, udah banyak orang yang mempertanyakan; "jangan-jangan euphoria sesaat" atau "kalau cuma sehari pakai batik, nggak ada gunanya". Sangat valid kok pertanyaan-pertanyaan tersebut kok. Sudah terlalu banyak contoh dan kejadian di mana kebanggaan berbangsa Indonesia terlarut dalam berbagai kegiatannya masing-masing setelah semangat menggebu-gebu beberapa saat (seperti halnya yang dikatakan terjadi atau akan terjadi dengan #indonesiaunite).

Memang memakai batik nggak akan tiba-tiba merubah rakyat kita menjadi lebih baik, pemerintah melayani rakyat lebih baik, rakyat yang di Sumatera Barat yang baru kena musibah bisa cepat tertanggulangi. Make batik sehari cuma akan mengganti apa yang kita pakai hari ini, dan kita kemungkinan besar akan memakai kembali kaos bermerk luar kita pada hari besoknya (walaupun mungkin tetap buatan Indonesia).

Tapi 'Hari Pakai Batik' sudah melakukan apa yang gagal dilakukan oleh doktrin PMP ke beberapa generasi, bahkan sesuatu yang hanya sedikit berhasil oleh #indonesiaunite, yaitu - kembali mengedepankan bangga menjadi bangsa Indonesia ke dalam kesadaran umum khayalak ramai.

Sedikit mundur ke sejarah Indonesia ya. Revolusi dan proklamasi kemerdekaan bangsa kita tidak akan terjadi kalau tidak didukung faktor kekalahan Jepang di PD II yang menyebabkan kekosongan kekuasaan di Indonesia, tidak hadirnya Belanda ataupun pasukan Sekutu di Indonesia, dan semangat generasi '45 yang cepat mengambil kesempatan untuk menyatakan proklamasi kemerdekaan. Memang bangsa kita merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, tapi kalau kita meriset sedikit, sebagian besar dunia baru mengakui kemerdekaan Indonesia terjadi tahun 1949. Intinya, setelah kita memproklamirkan kemerdekaan pun, gerakan revolusi tetap harus berjuang penuh sampai 1949 hingga diakui dunia.

Perjuangan hari ini mungkin bukan berupa perjuangan fisik dengan senjata dan pergerakan prajurit - tapi tidak berarti bukan perjuangan. Perjuangan hari ini adalah merebut perhatian masyarakat Indonesia dan dunia, di dunia yang begitu penuh kebisingan informasi ini, untuk mengingat dan turut berbangga berbangsa Indonesia. Untuk hari ini, perwujudan perjuangan itu adalah menganjurkan rakyat Indonesia untuk memakai batik.

Semangat #indonesiaunite yang sepertinya sudah tidak terlalu terlihat, sebenarnya sudah mencapai misinya yang terutama: menginspirasi orang untuk membuat Indonesia lebih baik. Tidak perlu sesuatu yang besar; dengan merubah sedikit demi sedikit, misalnya, kebiasaan orang membuang sampah sembarangan menjadi membuang sampah pada tempatnya, akan membuat negara ini lebih baik, bangsa ini lebih baik.

Perubahan mulai dari kita masing-masing, bukan dari birokrat, bukan dari pemerintahan (biarkan mereka melakukan perubahan sendiri). Jadi, pakailah batik dengan bangga hari ini, dengan sepenuhnya sadar bahwa itu adalah langkah pertama yang kecil, untuk membuat Indonesia lebih baik, di mata kita dan di mata dunia.

Perjuangan sudah mulai kawan!

Monday, August 17, 2009

#IndonesiaUnite, Kenapa Nasionalisme, Kenapa Sekarang?

Untuk beberapa kalangan, terutama di kalangan pengguna Twitter di Indonesia (dan terutama di Jakarta), gaung #indonesiaunite masih sangat terasa, dan bahkan sudah membuahkan berbagai kegiatan dan berpuncak pada pendeklarasian Amanat Bersama tanggal 16 Agustus kemarin. Kalau mau baca lebih rinci sih, lebih baik ke website indonesiaunite.com karena sudah cukup jelas.

Gerakan ini berpegang pada prinsip bahwa #indonesiaunite 'hanya' sebuah semangat, dan tidak akan diformalkan ke dalam sebuah organisasi atau struktur lain. Hal ini pernah juga saya bahas pada blog posting ini beberapa minggu lalu, yang pada intinya menekankan kekuatan #indonesiaunite terletak justru pada sifatnya yang crowdsourcing (belum ada padanan Bahasa Indonesianya nih) dan menyebar secara viral. Untuk yang memperhatikan, sangat terlihat bagaimana semangat #indonesiaunite menyebar secara viral ke berbagai kalangan.

Tapi masih banyak juga kalangan masyarakat yang tidak tahu-menahu mengenai gerakan ini, berhubung informasi mengenai #indonesiaunite praktis lebih banyak menyebar pada kalangan pengguna internet, yang notabene masih relatif belum banyak di Indonesia. Banyak juga kalangan yang tidak peduli karena lebih peduli ke hal lain, apapun itu. Ada juga pihak-pihak yang skeptis, mengatakan bahwa gerakan ini omong kosong belaka, atau mempertanyakan kenapa baru nasionalis setelah ada serangan bom. Bentuk nyatanya apa? tanya mereka.

Adapun kalangan yang baru belakangan tahu mengenai #indonesiaunite, dan pertanyaan mereka pertama adalah "siapa sih yang bikin?" yang agak sulit dijelaskan tanpa menjelaskan Twitter itu apa, ha ha. Pada awalnya pihak media pun masih salah kaprah dengan menilai bahwa #indonesiaunite adalah gagasan satu atau beberapa orang, bukan secara crowdsourcing (yang memang relatif baru di Indonesia). Tapi mudah-mudahan fakta penting mengenai #indonesiaunite ini akan menyebar seiring meningkatnya pemahaman orang mengenai media sosial seperti Twitter dan Facebook.

Nah, saya ingin mencoba memahami sekaligus menawarkan jawaban untuk kalangan-kalangan yang saya sebut di atas.

Generasi saya besar di masa Orde Baru, yang notabene penuh dengan doktrin-doktrin PMP dan P4 dan GBHN dan mahluk-mahluk singkatan hapalan lain, yang seolah disuntikkan ke dalam kepala kita sejak SD. Karena memang pola pendidikannya doktrin, bukan pemahaman, jadi banyak dari kita seolah menolak pendidikan ini. Masuk kuping kiri, keluar kuping kanan, yang mungkin berlaku untuk hampir semua mata pelajaran lain selama SD sampai SMA. Kuncinya di sini: karena PMP dan P4 esensinya sangat kuat pada cinta bangsa dan negara, jadi ada bagian dari kita seolah-olah menolak untuk merasakan hal ini. Efeknya? Kalau ada orang yang beneran cinta bangsa dan negara, dianggap aneh. Ada juga hal lain yang penting dalam P4 yang seperti 'ditolak' oleh kita: menghargai hasil karya orang lain.

Padahal sebenarnya, rakyat kita cinta bangsa dan negara kok. Tapi terkadang malu mengungkapkan, kecuali dalam perayaan 17 Agustus, dalam bentuk menjadi panitia atau semacamnya - atau hal-hal kecil lain. Begitu ada yang bicara soal negara, otomatis dianggap mau berpolitik, baik itu di masa Orde Baru maupun setelahnya. Hampir-hampir, kita sampai pada sebuah situasi di mana orang yang terlihat cinta bangsa dan negara hanya para politikus (yang mungkin saja lebih cinta kepentingan kelompoknya), dan para atlit nasional dan daerah (pahlawan modern tanpa tanda jasa).

Susahnya lagi, perseteruan tingkat atas politik dan pemerintahan soal negara membuat makin banyak orang kehilangan kepercayaan terhadap negara, terlebih lagi dengan adanya stigma bahwa pemerintah tidak melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik (yang mungkin adalah pendapat subyektif, karena terkadang yang kita lihat hanya jeleknya saja).

Lagi-lagi, tetap saja, rakyat Indonesia cinta bangsa kok. Negara mungkin nomer dua. Cuma karena masih ada persepsi bahwa membicarakan bangsa atau negara adalah hal yang sama, lantas pembicaraan nasionalis cenderung terbungkam, terutama dengan naiknya konteks-konteks berbau agama dalam wacana pemikiran nasional. Ini adalah strike three, kalau meminjam istilah baseball - nasionalis dianggap sekular, yang dalam persepsi banyak orang Indonesia, berarti tidak beragama (padahal berarti pemisahan urusan negara dan agama belaka). Padahal, sebagai negara yang 99,99% penduduknya memeluk agama, kita tetap bisa nasionalis tanpa melupakan agama.

Terkena tiga kali sekalipun, rakyat kita masih ada yang berjiwa nasionalis - pahlawan tanpa tanda jasa yang lain adalah generasi entrepreneur - apapun bidangnya - yang dengan caranya sendiri memajukan Indonesia, langkah demi langkah.

Serangan bom demi serangan bom terjadi di Indonesia, yang membuat banyak rakyat bingung dan marah. Ya, betul, pada tiap serangan bom yang sebelum 17 Juli 2009, rakyat Indonesia bingung dan marah, hanya saja energi kemarahan itu seperti ditelan masing-masing, hanya terungkap lewat berbagai tulisan dan karya, yang tidak terhubung.

Bedanya dengan kejadian tahun ini? 4 tahun lalu, Twitter bahkan belum ada. Belum ada istilah Social Media, dan orang masih sibuk mengumpulkan testimonial Friendster. Di tahun 2009, media Twitter menjadi penghubung berbagai orang dari berbagai kalangan yang mengungkapkan kekecewaan dan kemarahan atas serangan 17 Juli 2009. Dan dari media ini, muncul semangat bersama-sama untuk menjadikan Indonesia lebih baik - dan menyatakan Tidak Takut pada aksi terorisme - dalam bentuk #indonesiaunite.

Jadi jawaban judul artikel ini, kenapa nasionalisme, kenapa sekarang apa? Jawabannya adalah: nasionalisme sudah ada dari dulu, tapi tidak bisa keluar. Karena terpancing kemarahan, semangat melawan terorisme dan semangat membuat Indonesia lebih baik, para pengguna Twitter ini menemukan bahwa ternyata banyak yang memiliki semangat yang sama, sehingga lahirlah #indonesiaunite.

Dan timbullah sesuatu yang mungkin sangat unik di Indonesia, mungkin di dunia - sebuah semangat tanpa organisasi, yang bebas diterjemahkan oleh para pendukungnya sejauh sesuai semangat yang sudah dituangkan dalam Amanat Bersama. Semangat yang sengaja tanpa organisasi supaya dapat inklusif ke berbagai pihak, dan sebuah gerakan yang relatif tanpa pemimpin dan tokoh supaya dapat melintasi batas-batas idealisme dan ego masing-masing orang.

Jadi untuk yang belum tahu soal #indonesiaunite, mungkin tidak terlalu penting untuk tahu, sejauh semangatnya sama.
Untuk yang tidak peduli, sekarang saatnya untuk peduli! Masa depan bangsa ini tidak ditentukan oleh pemerintah. Kita yang menentukan.
Untuk yang skeptis, jangan malu untuk merasakan cinta bangsa dan negara.
Dan untuk yang masih belum sepenuhnya memahami esensi #indonesiaunite, mudah-mudahan artikel ini bisa membantu. Untuk "ikut" #indonesiaunite, tidak perlu daftar apa, ke sekretariat apa, atau apapun yang lain. Tinggal berkarya untuk Indonesia.

Selamat berjuang!

Sunday, August 2, 2009

Pekerjaan, Kepuasan, dan Kesetimbangan

Belakangan gue banyak ngobrol sama Saskia, dan banyak temen-temen gue, untuk mencoba meluruskan segala benang kusut yang udah menumpuk di hati dan otak beberapa tahun ini. Memang, hidup di Jakarta - atau mungkin, hidup di mana aja jaman sekarang - lebih banyak chaosnya ketimbang yang teratur.. ya paling tidak untuk gue sendiri.

Tapi ya ternyata beberapa teman baik yang gue ajak ngobrol, sedang mengalami hal-hal yang kurang lebih sama dengan yang gue alami sekarang - kebanyakan kerjaan, kepuasan yang didapatkan dari pekerjaan berkurang, semangat turun - yang pastinya akan merembet ke hal-hal lain dan mempengaruhi kinerja.

Paling tidak sih gue agak terhibur karena ternyata bukan gue yang menjadi gila, tapi memang gejala jaman aja kali ya, terutama buat temen-temen dalam situasi yang hampir sama dengan gue.

Bertahun-tahun lalu gue pernah bilang ke sahabat gue, bahwa kerja ya kerja aja, karena kerja bukan hidup. Nggak usah cari kerjaan yang bener-bener ideal dengan keinginan kita, karena yang pertama pasti susah dapet yang bener-bener pas, kedua ya, hidup nggak kerja doang kok - jadi pastiin apa yang lu kerjain bisa melengkapi hidup lu.

Gue tarik balik sedikit deh perkataan itu ya. Kalau kita sudah sampai pada tingkatan tertentu di pekerjaan, bisa itu gaji cukup atau kedudukan/tanggung jawab sesuai keinginan, ternyata nanti ada satu hal lagi yang bisa 'menghancurkan' dua hal itu: kepuasan bekerja. The passion for work, job satisfaction. Atau malah, satisfaction aja.

Yang kita cari tuh apa sih sebenernya dengan bekerja? Biar bisa bawa pulang uang, yang nanti akan dipakai untuk beli ini-itu? Percaya deh, mau gaji berapapun, pasti ada aja kurangnya, nggak bisa ini lah, nggak bisa itu lah. Nggak bisa ganti HP, nggak bisa liburan ke Singapur, nggak bisa makan sushi, nggak bisa beli baju baru.... kita udah terpola konsumtif, jadi pasti adaaa aja yang tidak terpenuhi. Padahal sisi konsumtif itu untuk apa sih? Pastinya, untuk kepuasan diri juga.

Setelah proses yang gue lalui bertahun-tahun, gue punya kesimpulan ini untuk diri sendiri: kerjakan apapun yang memberi kepuasan pada diri lu, tapi pastinya, lu harus tau definisinya kepuasan itu apa pada diri lu. Apa itu perut kenyang tiap malam? Bisa punya BB? Anak bisa sekolah sampai lulus kuliah? Perdamaian dunia? Itu aja didefinisikan dulu. Buat gue sendiri aja itu cukup susah, dan gue yakin masih banyak yang masih sulit mendefinisikan kepuasannya sendiri tanpa terganggu oleh berbagai faktor external.

Nah, kalau udah tau dapat kepuasan dari mana, baru bisa tuh, disusun lagi dari awal, bagian-bagian puzzle yang menjadi hidup kita. Kerjanya apa, hobinya apa, hidup di rumah kayak apa, dan bagaimana menyeimbangkan itu semua. Bukan proses gampang; tapi kalau kita sudah mengenali kebutuhan akan kesetimbangan itu, pasti lebih mudah. Gue sendiri pelan-pelan masih di tahap awal. Pokoknya, prinsipnya adalah, hidup kita adalah sebuah lingkaran utuh; tinggal kita atur porsi-porsinya di dalam lingkaran itu. Kalau ada yang kebanyakan, nanti yang lain berkurang, atau malah merusak bentuk lingkaran tersebut.

Nah, paling mudah dan ideal adalah, bekerja sesuai passion kita, kalau mau lingkaran itu penuh. Tergantung juga sih, definisi kepuasan tadi apa ya.

Mundur sedikit ya. Gue sendiri, dan mungkin temen-temen gue yang gue ajak ngobrol, mengalami beban luar biasa dan kejenuhan dan berbagai gejala lain, yang, terlepas dari faktor external, disebabkan oleh kurang mendapat kepuasan bekerja. Akarnya di situ.

Pilihannya cuma tiga:
1. kurangi ekspektasi kita akan kepuasan di pekerjaan tersebut. Tapi ini yang membuat banyak orang menjadi 'zombie' di pekerjaannya.
2. cari jalan keluar, supaya kepuasan bekerjanya bisa meningkat.
3. kalo mentok juga, ya cari kerjaan lain... tapi jangan sampai terjebak di lingkaran setan yang sama.

Perlu diingat juga, prioritas kita dalam hidup itu pasti sewaktu-waktu berubah, karena toh kita pasti tumbuh dan berubah. Maka dari itu, definisi kepuasannya juga pasti perlu diteliti lagi sewaktu-waktu, supaya kesetimbangan hidup tetap terjaga.

Perjuangan hidup terbesar sepertinya menjaga kesetimbangan itu terus ya, terutama dengan berbagai faktor external yang positif dan negatif yang pasti akan 'mengganggu' dengan caranya sendiri.

Untuk saat ini, kepuasan gue bisa didapat dari:
- berkreasi, dan melihat kreasi itu jadi kenyataan. apapun bentuknya
- manfaat, di luar manfaat finansial seperti gaji, bonus dll. Lebih ke pekerjaannya ada manfaatnya untuk orang lain, bisa itu keluarga, bisa itu bangsa atau negara, ataupun diri sendiri.
- amal. tabungan duniawi dapet kalau bekerja keras dan pintar, tapi gimana caranya tabungan surgawi juga dapet? Gue bukan santri atau orang yang cenderung agamis, tapi karena gue percaya kerja itu ibadah, mbok ya kerjaan gue emang beneran punya nilai amal. Kalau kerja adalah ibadah tapi buat dapetin pahala doang, kok egois ya rasanya.

Satu lagi pemikiran yang keluar: karena kerjaan itu ibadah, kita harus kerja dengan hati senang, kalo nggak, nilai ibadahnya berkurang.

Gue menulis ini bukan sok-sokan ngasih nasihat atau apa, tapi mencoba menulis apa yang sudah menjadi pikiran gue beberapa bulan ini - mudah-mudahan bermanfaat juga ke orang lain.

Monday, July 20, 2009

Essay: The Importance Of #indonesiaunite

Well of course, the #indonesiaunite movement that started through Twitter was initially part of a reaction towards the bombings of JW Marriot and Ritz-Carlton last Friday. But in mere hours, #indonesiaunite has morphed into a wave of nationalism that has not been seen since the 1998 demonstrations that brought down Soeharto.

Because of the high profile #indonesiaunite has received through Twitter's Trending Topics (and reached no.1 several times), many Indonesian twitterers have been stating the virtues of Indonesia in 140 characters or less. Whether it be the exotic islands and culture, the culinary adventures, or even imperfect sides like Jakarta's seemingly constant traffic jams, Indonesians have been pushing out positive messages and promoting their own country.

It would seem that, as I had said in a previous tweet, that all the closet nationalists have come out and made themselves heard. Of course, in such a diverse country like this, some naysayers or skeptics are questioning on whether that #indonesiaunite is just a fad, or is it something that would actually matter.

Well here's my thought. Most of us bloggers and twitterers aren't in the armed forces, so we don't know anything about physically defending the country. Many of us aren't politicians, legislators or bureaucrats either, so there is not yet anything concrete we can do to make Indonesia better. Most of us are still in school or are simple employees, so we do not have the capital to fund something significant.

Yet we all do recognize something - the power of viral communication. I might only be able to persuade, say 5 people around be aware of the spirit of #indonesiaunite, but if all the Indonesian users of Twitter could do the same thing, we'd have a small yet growing thing going.

The message of #indonesiaunite is simple yet it might be different for every person - that is why it is a potent force to begin with. It is time that we all rediscover our love of country, and make sure we rekindle it in others too!

You could say that #indonesiaunite is a political movement, because, up to today, it has not morphed into, say, a non-governmental organization. I would say no to such thing, because to institutionalize an idea like this would be to kill the idea itself. Organizations need leaders, but yet #indonesiaunite has no leader other than the concept itself.

#indonesiaunite has, in the span of 3-4 days, become a uniquely 21st century movement - a wholly crowdsourced movement where each and every participant contributes equally to the strength of the movement.

Whether or not the #indonesiaunite spirit can be transferred offline, as has been the discussion for the past 2 days, and properly infused into the general public psyche, remains to be seen. Such a direction may need more traditional approaches. Nevertheless, one may hope that when historians look back on the moment where Indonesia picked itself up and flew into the future, it would not be because of one person or a group of people, it would be because of #indonesiaunite.

Only together we can change this country for the better. Indonesia unite!

Sunday, July 19, 2009

Komentar Subyektif Tentang Serangan 17 Juli 2009

Ternyata gue nggak bisa tinggal diam. Tadinya gue nggak mau berkomentar apa-apa, hanya berduka untuk keluarga-keluarga yang terkena musibah serangan teroris di Ritz Carlton dan JW Marriot Jumat kemarin, dan menggenapkan semangat untuk tidak takut pada serangan teroris.

Tapi baru lewat 3 hari, udah makin aneh omongan orang di media.
Pertama, presscon Presiden SBY hari Jumat, yang malah membahas ada upaya menghentikan beliau dilantik. Gue masih agak bisa menerima ini sebagai upaya menggambarkan ke masyarakat Indonesia bahwa banyak orang yang berupaya mengacaukan perdamaian di Indonesia; beliau pun bilang belum tentu terkait. Namun, hal ini langsung ditanggapi tim Mega-Prabowo sebagai sesuatu yang salah, bla bla bla... sambil mereka menyatakan juga, serangan bom jangan dipolitisir. Menurut gue, ga usah komentar dulu kalo ga mau memperkeruh suasana.

Terus, media luar (dan mungkin pernyataan dari beberapa perwira) bahwa serangan-serangan tersebut terkait dengan Jemaah Islamiyah. Terlalu dini untuk menyimpulkan itu, karena bukti (paling tidak yang sudah diberitakan di media massa) belum konklusif, dan tidak ada pernyataan dari JI sendiri. Biarkan polisi bekerja. Kalau memang ternyata JI, ya kita liat buktinya saja. Kalau bukan, ya biarkan bukti yang bicara, karena orang bisa ngomong apa aja.

Lalu ada sang pakar telematika yang bilang, teroris pasti nggak pakai internet untuk melakukan serangan. Gue nggak mau komentar deh yang satu ini.

Nah sekarang, Tim Pengacara Muslim, yang entah kenapa harus menegaskan bagian 'Muslim'nya, mengeluarkan pernyataan bahwa serangan bom Kuningan tidak berkaitan dengan JI, dan meminta kepolisian tidak terburu-buru menyimpulkan bahwa serangan terkait dengan jaringan Islam tertentu.

Sekarang gue balik deh. Fakta yang sudah diberitakan adalah, walaupun modus operandi baru, cara rakitan bom identik dengan serangan-serangan lain yang sudah dibuktikan terkait dengan JI. Nggak berarti udah pasti JI sih, tapi belum tentu juga bukan JI. Mentang-mentang namanya 'Jemaah Islamiyah' (yang menurut gue, nama itu adalah rekaan media Barat) jadi harus dibela sama TPM. Kalau JI memang ada, harus dibela? Karena mereka bunuh orang atas nama Islam, harus dibela? Islam itu kuat kok, dan Islam itu suci. Nggak berarti orang Islam itu pasti nggak salah kan. TPM bilang jangan berspekulasi, tapi bilang juga bahwa tidak terkait JI. Ah, gimana sih.

Kita perlu memberi ruang dan waktu untuk membiarkan para aparat menyelesaikan penyelidikan, dan tugas kita sebagai warga negara adalah terus membangun Indonesia. Indonesia akan maju bukan karena pemerintahannya saja, tapi karena rakyatnya juga. Rakyatnya yang bersatu demi bangsanya. Kayaknya udah nggak jamannya lagi kita terlalu membedakan antara suku, agama, ras dan... satu lagi apa sih... ya itu deh.

Indonesiaunite!

Tuesday, May 12, 2009

Upgrading Macbook HDD - My Experience

I have a 1st generation Black Macbook that's at least already 2 years old, but still going strong. I haven't upgraded to Leopard, either - don't feel like spending that much money. Then again, I did spend almost the same amount of money yesterday on something more immediate - upgrading the harddisk!

After doing a much-needed RAM upgrade last year (to 2 GB, which is the max for this model), I used up my yearly bonus and splurged on the upgrade. Indowebstore was offering good prices on internal HDDs for MacBooks, so I contacted them and they agreed to pick up the MB from work, install the new HDD, and deliver it back to the office. There's a catch though - they won't do any data backups for you, and won't move the data from the old HDD to the new one. I think this is pretty reasonable as every customer would have different preferences on what they want to do with their data.

This left me with a small problem - how to transfer the data? I first simply copied all the user files to an external harddisk I borrowed from my wife, but copying the OS and applications was a problem. After asking around, I was introduced to SuperDuper! which is a pretty simple program. Just choose your source disk, and select your target disk. So I did that. After days of agonizing and tweaking the configuration, and asking around again, apparently the problem was that the backup was done over USB - which is simply too slow for copying 80 GB of data. The only option was via Firewire - and I don't have an external Firewire drive.

This time I just searched the web for an answer, and found this article. It was certainly helpful - although I would of preferred to be able to ask someone directly about this.

So following the instructions on the website, I send the MB to the store for installment, and asked them to install a Firewire enclosure for the old HDD. Unfortunately, they didn't have any in stock, and I spend my lunchtime scouring Ratu Plaza to no avail.

I had to ask someone again, and the id-mac mailing list was very helpful - apparently the JakartaNotebook.com store was walking distance from my office, so I walked over and bought myself the Firewire enclosure. Not long after I reached the office, the MB arrived with its new HDD!

When I reached home, I followed the instructions on how to start the MB from an external Firewire drive, format and partition the new HDD, and then use SuperDuper!to copy the contents of the old HDD to the new HDD. A few hours later, the MB with a new HDD is ready to go!

I spend a few early hours organizing the data and transferring stuff from external HDDs that were getting too full, and now my eyes are a bit puffy :P

Well, that's my story folks, hopefully it will be useful to someone else.

Thursday, May 7, 2009

Balance

It's all about balance.
If the company needs you more than you need them, it's time to think about options.
If you need the company more than it needs you, better shut up and do your job properly.
If the need level is mutual, then it makes sense.

Bahaya Facebook... Mungkin.

Sebuah pembicaraan singkat mengena Facebook beberapa waktu lalu:

dia: gue selalu deg-degan kalo ada yang nge-tag foto di Facebook.
gue: kenapa emang?
dia: iya kan ada foto2 yang gue gak pengen seluruh dunia liat. Kayak waktu itu yang kita jaman TA, keliling kampus tapi *sensor* (tebak aja sendiri ngapain)
gue: lha kan itu ide lu juga!! lu yang bujukin kita semua!
dia: ya dulu gue nggak tau bakal ada Facebook


Bener juga sih...

Wednesday, May 6, 2009

Tiba-tiba Kepikiran MLM

Hmmm... MLM.
Gue bukan penentang bisnis multi-level marketing, atau MLM. Beneran. Untuk berbagai produk dan bisnis, metode yang ditawarkan oleh MLM cocok, dan malah mungkin bisa lebih efektif di masa social networking dan peer reviews bisa lebih kuat ketimbang gelombang media dan iklan.

Tapi mohon maaf ya, kawan-kawan yang mungkin ikut semacam MLM, kenapa gue gak suka ya?
Mungkin karena setiap kali ada yang berusaha mengajak gue ikut program jenis MLM ini, selalu membicarakan 'cari uang di waktu luang', atau 'dapat uang banyak', atau 'bikin jaringan luas', dan lain-lain. Kata-kata kunci yang senang sekali didengar oleh orang Indonesia, yang mudah sekali teriming-iming. Tapi ga pernah ada yang ngomongin sebenernya dia jual produk apa. Kadang cuma sekilas. Wong gue pernah kok sampai ikut presentasi ke orang banyak gitu, dan ada beberapa orang maju ke depan dan berbicara, semua ngomong bahwa 'dulu saya bla bla bla sekarang saya bla bla bla pesiar ke Eropa bla bla bla' tapi gak ada yang jelasin produk yang dijual apa.

Bisa aja sih gue selama ini belum ketemu orang yang tepat, yang bisa meyakinkan gue. Tapi ya, gue kan cuma satu orang, dengan pendapat yang mungkin beda dengan orang kebanyakan.

Mungkin juga gara-gara ada orang yang ikut MLM begitu ketemu orang dikit - siapapun - pasti berusaha ngebujuk buat ikut juga, jadinya ada konotasi seperti itu, padahal harusnya gak gitu juga kan. Mungkin juga gara-gara berkali-kali gue denger orang lagi sales pitch program MLM dia, tapi dia ga terlalu menyentuh produknya sendiri, tapi lebih ke cari uang dan jaringan. Buat gue itu agak aneh, karena menurut gue seorang marketer bagus harus percaya pada produknya, terlepas dari sistem menjualnya lewat MLM atau cara lain. Kalau lu yakin produknya bagus dan bisa meyakinkan orang lain bahwa produknya bagus, orang itu minimal pasti terpikir juga kan untuk menginvestasikan uang atau waktu untuk produk itu, kalau ada kesempatan?

Biasanya abis ngomel gini gue kepatil - liat aja, kali-kali aja 2 bulan lagi gue lagi jualan MLM. He he. Tapi paling tidak, gue akan jualan produknya, bukan MLMnya aja.

Saturday, April 18, 2009

Makanan Aja Dibajak Ya?

Kasian ya bangsa kita.

Banyak orang bekerja atau berdagang untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya tanpa memikirkan manfaat atau kebaikan untuk pembelinya - dan tidak peduli.

Apa aja bisa dipalsuin kan jaman sekarang. Ada yang jualan obat palsu, ada yang jualan ayam goreng yang terbuat dari bangkai, ada juga yang membuat chicken nugget yang terbuat dari ayam bangkai, tepung terigu kedaluwarsa dan formalin.

Semua demi apa? Dapet uang lebih banyak. Uang yang nanti buat makan juga (sama kalo bisa beli hape yang bisa MP3 dan isi pulsa).

Kayak gini gue masih pusingin soal musik bajakan yah. Masalahnya lebih dalam dari itu, wong makanan dan obat aja udah ada bajakannya.

Kita mengklaim diri sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar, tapi kok ajaran Islamnya gak berasa ya? Wong yang katanya pinter Islam dan sering tampil di tipi atau acara-acara besar ngomonginnya Israel dan Palestina, atau kebencian ke agama lain - ada juga yang gak seekstrim itu sih, ngomongin ilmu Islam yang sangat dalam, yang sebenarnya bermanfaat, tapi terlalu dalem untuk nyampe ke orang biasa. Atau ada yang kerjaannya bikin2 pawai anti maksiat atau menutup jalan satu-dua malam untuk perhelatan akbar. Kenapa gue nyela2in? Karena ini kan sebenarnya persoalan moral. Ini ga berarti masalahnya cuma ada di umat Islam ya. Islam adalah agama yang baik kok, cuma orang-orangnya aja nih, kayak gue, ga bener. Cuma tetep aja gue mikir banyak orang mikirin pahala tapi lupa sama amal.

Gini aja deh, kita kan negara yang katanya beragama, apapun agamanya. Tapi kok ya sama aja kayak Cina yang ga beragama, yang membuat mainan berisi racun, membuat susu berisi racun... apa berarti punya agama atau nggak ga berpengaruh sama moral atau akhlak?

Eh, kita bangsa yang besar kok. Udah waktunya kita berhenti egois dan malas nih. Udah waktunya gue berhenti egois dan malas.

Wednesday, March 18, 2009

Mungkin Karena Gue Cuma Beli Es Teh Manis

Ada sebuah resto+bar di bilangan Kemang yang kebetulan tamunya kebanyakan bule. Nah, entah kenapa, mungkin gue dan Saski doang yang ngerasa, tapi kok waitress-waitressnya sepa banget ke kita ya, tapi ramah banget ke tamu yang bule-bule?

Tuesday, March 17, 2009

Moral: Don't Freeze Your Eggs

Joe brought some soft drinks home one afternoon and put them in the fridge. The fridge was probably older than he was, so it was a bit unpredictable - you never really know what the temperature is on the inside. So to make sure his soft drinks were cold enough for drinking later, he turned the knob all the way round to the snowflake picture. Satisfied, he went on to do some house chores. Since he lives alone, he has to take care of everything in the house so the work always piles up.

A few days later, Joe opens up the fridge to look for some eggs - it's breakfast time. He grabs two eggs and brings them to the counter, to make them into an omelette. Somehow, the eggs don't break despite a small crack in the skin - and he finds out why: the fridge, being too cold, actually froze the liquid insides of the eggs. So he forgets about the omelette, puts the eggs back in the fridge and dials down the temperature control 2 notches.

Another  few days later, when clearing out the fridge, Joe finds the egg with the hairline crack - he completely forgot about it. He looks closer to the crack, while unconsciously pressing the egg, and SPLAT!

Sure enough, the crack widens, and the egg is generous enough to splash all it's contents to Joe's face. Joe is stunned for a few moments, before feeling stupid. Thankfully, there are no witnesses.

Saturday, March 14, 2009

Pak Osama Kalo Baca Ini Ngerti Nggak Ya?

Ternyata, menurut Osama Bin Laden, Indonesia itu sesat. Dalam sebuah rekaman suara yang disiarkan TV Al Jazeera, ia mengatakan bahwa Indonesia, diantara beberapa negara Muslim, setengah hati mendukung pembebasan Palestina.

Pak Osama gimana sih? Nggak tau ya, bahwa justru fansnya banyak di Indonesia? Kita kan cukup komprehensif juga tuh dukungan buat Palestina, dari demo berkali-kali, sampai penggalangan dana oleh berbagai pihak.... maunya apa? Maunya Indonesia kirim tentara yak?

Pak Osama sadar gak sih, umat Muslim yang punya banyak masalah gak cuma di Palestina lho. Yang di Indonesia juga banyak masalah, walaupun memang ga segenting di Palestina - tapi tetap masalah. Masalah pendidikan, masalah kesejahteraan dan lapangan kerja, sampai krisis kepemimpinan... jadi, sori ya kalau emang ternyata kita kayak 'setengah hati', wong punya banyak masalah sendiri.

Toh Pak Osama nggak peduli juga sama Indonesia bukan? Abis yang diomongin perang sama Israel dan AS melulu.

Friday, March 13, 2009

This Is Such A Girly Thing But Who Cares?

Leave one memory that you and I had together. It doesn't matter if you knew me a little or a lot, anything you remember! Leave a comment on here. Next, re-post this in your notes and see how many people leave a memory about you. It's actually pretty cool (and funny) to see the responses.

1. Where and how did we meet?
2. How long have you known me?
3. The last time we saw each other?
4. Your first impression of me upon meeting/seeing me?
5. Do you have a crush on me?
6. What's my favorite music?
7. Would you call me preppy, average, sporty, punk, hippie, glam, nerdy, snobby, or something else(what)?
8. Have you ever hugged me?
9. If there was one good nickname for me, what would it be? Explain why you picked it.
10. If you and I were stranded on an island, what would I bring?
11. Where do you think I will be in 25 years?
12. What reminds you of me?
13. What is my best attribute?
14. Ever wanted to tell me something but couldn't?
15. Will you re-post this so I can fill this out for you?

Monday, March 9, 2009

Sehari setelah JJF'09

Berikut kutipan-kutipan singkat setelah mengalami Java Jazz Festival 2009:
1. Kaki gue sakit.
2. Orang rela bayar Rp 150 ribu buat beli kaos, tapi ga rela bayar Rp 75 ribu buat beli CD.
3. Kaki gue sakit.
4. RAN keren. Lagu barunya juga keren.
5. Ecoutez keren, dan lebih keren lagi di small venue.
6. Sound system panggung Masima parah banget.
7. Kaki gue sakit.
8. Jason Mraz memang keren, apalagi dengan aransemen-aransemen model album barunya.
9. Swing Out Sister bikin agak kecewa banyak orang karena malah format akustik, tapi gue bilang keren.
10. Banyak banget sih orang. Apakah penggemar Jazz di Jakarta ada 17 ribu orang?
11. Kaki gue sakit.
12. Makanan di dalam venue mahal... banget.
13. Parkir susah.
14. Banyak abege dengan SLR dan blackberry mereka.
15. Kayaknya JFP untung besar tahun ini.
16. "Nanti di-tag ya fotonya"
17. Kaki gue sakit.

Sekian... sampai ketemu taun depan...

Sunday, February 22, 2009

Saturday, February 21, 2009

Presiden Bukan Pesulap, Lho!

Jadi, ada sekelompok orang sedang menjalankan sebuah citizen lawsuit, terhadap SBY-JK, karena mereka dianggap tidak merealisasikan janji kampanye untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran.


Gue nggak ngebelain SBY-JK ya, cuma buat gue agak aneh. Setau gue, presiden bukan pesulap. Dia tuh orang yang kerjaannya harus ngatur-ngaturin orang (yang banyak juga nggak mau diatur) supaya rakyat satu negara bisa minimal hidup berbarengan. Ga usah makin sejahtera, ga usah hidup tenang, ga usahlah - hidup berbarengan aja susah, mana pake ada grup-grup yang maunya berantem melulu.


Lagian udah tau ekonomi lagi kacrut seluruh dunia - maunya Indonesia ga kacrut sendiri? Plis deh. Ntar ada argumen bahwa 'kalo presidennya bener kerjanya, mestinya negaranya ga kacrut2 amat kok'. Yeah well gini. Lagi-lagi gue ga ngebelain SBY-JK, mereka ada positif dan negatif lah. Tapi ga tergantung mereka doang dong nasib negara kita, tergantung kita-kita juga lah.


Gugatan ini mirip dengan class-action lawsuit yang pernah diajukan oleh seseorang yang mengaku mewakili 'generasi muda Indonesia' terhadap semua perusahaan rokok se-Indonesia, dengan gugatan 'merusak kesehatan generasi muda Indonesia' dengan nilai ganti rugi Rp 1 bilyun. NGGAK PENTING.


Ini secara prinsip sama dengan satu hal lain... kalo pengen Jakarta bersih, jangan marah-marah ke pemerintah Jakarta doang, ya kitanya juga buang sampah yang bener! Tu puntung rokok jangan dibuang di mana aja terserah, dan melempar sampah keluar jendela mobil juga ga nyelesaiin apa-apa.


Presiden bukan pesulap yang bisa tiba-tiba membuat semua masalah menghilang, tapi kita pun harus berusaha - dengan skala kita masing-masing - untuk berusaha membuat Indonesia lebih baik.

Saturday, February 14, 2009

PRT Bikin Demo Juga

Nggak mau kalah sama kalangan mahasiswa, ormas [berafiliasi partai] atau buruh yang sering demo di Bunderan HI, beberapa ratus pembantu rumah tangga (PRT) bikin demo juga, tepat dengan Hari Pembantu Rumah Tangga.

Eum.. gue baru tau ada Hari PRT.

Tapi buat gue topik demonya agak lebih penting buat kita perhatikan, yaitu tuntutan dibuatnya UU Perlindungan PRT...

Mungkin udah waktunya kita mengakui PRT sebagai suatu profesi sejati, yang perlu diatur dengan UU?

Gubernur Jabar: Boleh Menari Jaipong Tapi Jangan Pake Goyang

Karena gerakan tari Jaipong dianggap berpotensi mengundang syahwat, Gubernur Jawa Barat menganjurkan untuk mengurangi 3G (goyang, gitek, geol) dan menutup ketiak dalam tarian tersebut. Anjuran ini untuk 'menjaga supaya tarian itu tetap ada tapi tetap santun, dan antisipasi diberlakukannya UU Antipornografi'. Ditambahkan fakta bahwa Jaipong sering diidentikan dengan tempat-tempat 'kurang baik'.

Gue bahkan nggak akan ngebahas dispensasi untuk tarian dan budaya dalam UU Antipornografi. Undang-undangnya udah ngotot banget dibikin tapi nggak diturutin sendiri soalnya. Jadi percuma dibahas.
Yang mengherankan adalah, berhubung tarian Jaipong yang udah ada di Indonesia ratusan tahun dianggap bikin nafsu orang, jadinya mau dibatasi (yang nggak terlalu jauh dari dilarang)? Kenapa sih orang-orang itu jaga nafsunya aja?

Lucunya pernyataan ini keluar dari Gubernur Jawa Barat, yang harusnya menjadi salah satu orang yang menjaga dan melestarikan budaya Sunda. Oh, mungkin sebentar lagi budaya setempat udah mulai nggak penting. Orang-orang nggak punya rumah, nggak punya pekerjaan dan nggak bisa makan nggak penting, dan korban bencana alam di seluruh Indonesia - termasuk banjir di Jakarta - nggak penting. Yang penting, orang Indonesia nggak gampang terundang syahwatnya, dan ngirim banyak sukarelawan dan uang ke Palestina. Penting.

Tuesday, February 3, 2009

Si Jerawat Siluman

Pernah nggak, setelah mencet jerawat, kadang-kadang masih dirasa-rasain bekas jerawatnya, soalnya di dalem otak kita rasanya jerawat itu masih ada?

Wednesday, January 21, 2009

Desire Leads To Temptation: Telkomsel iPhone 3G Preorder

Oh dear. The long-awaited, yet dreading (especially for the wallet) is almost here, heralded by the surfacing of this page.

Thanks to @yonan32 for the link.

Saturday, January 17, 2009

Getting Used To A New Bike

I've been sporadically biking again lately. It's been a while since I did, because I last time I biked every day was freshman year, over 10 years ago. I bought a bike, and my wife eventually got a bike from my parents as a birthday present. So this afternoon, we took out our bikes for a short cruise around the housing complex, and luckily the weather was perfect.

The thing about bikes though, is although they say you can never forget how to ride a bike, but if you have 10+ years between your last bike ride and the present, your balance is bound to be a bit off, not to mention while braking or changing gears - not to mention if it's a new bike that still needs a few adjustments.

But there's definitely only one way of starting again - just get on that saddle and make the first push on the pedal. The ride may not be smooth and straight at first, but it will get better.

So let the riding begin...

Wednesday, January 14, 2009

Happy Birthday, Dear!

Today is my wife Saskia's birthday! Hope you will enjoy the present, dear :)
From Saskia

Microsoft Vomitsmith

Ever heard of Apple's GarageBand? It's basically a really simple music editor, complete with riffs and music modules, even for learning. Even professional musicians have used GarageBand to sample music ideas.


Enter Microsoft Research's Songsmith, a valiant effort by Microsoft to do one up on GarageBand. I think the video below describes it best - but don't watch it after a meal, seriously.







And seriously, try looking for a better name. Even the name makes me wanna barf.


Thanks to Cousin Didi for the link.

Sunday, January 4, 2009

Saturday, January 3, 2009

Menyalip Ditukar Dengan Nyawa

Kalau setiap hari nyetir atau naik kendaraan umum, pasti sering sekali melihat para pengendara motor menantang maut dengan menyalip kendaraan-kendaraan di depannya dengan beda beberapa sentimeter saja. Entah kenapa, mereka ini sangat sangat harus melampaui kendaraan di depannya, tanpa memperhatikan risiko nyawa. Mungkin ada sebulan sekali juga, kita lihat tabrakan antara motor atau motor dengan kendaraan jenis lain, seolah-olah sudah menjadi sesuatu yang lumrah. Dan pasti sesekali kita mendengar kejadian kecelakaan di mana pengendara motor menyalip kendaraan yang sedang berhenti, dan alhasil akan bertabrakan dengan kendaraan yang datang dari arah berlawanan. Dan semua itu untuk apa? Ada tujuan mulia apa sih yang membuat pengendara-pengendara motor ini mempertaruhkan nyawa demi sedetik lebih cepat, atau menyalip satu dua kendaraan? Ini belum menyentuh soal tidak pakai helm, tidak menggunakan lampu waktu malem, ataupun tidak menggunakan lampu sign saat belok ya.

Daripada dianggap lumrah, apa nggak lebih baik kita bertanya 'kenapa'?

Thursday, January 1, 2009

The Tendency To Grandstand Is Stronger Than The Will To Help

Let me just say this first: Israel's attacks on Gaza and the Palestinian people - who are, I should note, not entirely Muslim - are appaling, indiscriminate and condemnable. I can't believe in this day of 'political correctedness', a country like Israel performs blatant human rights abuses in front of the world and justifies it by claiming to be 'eradicating Hamas'. The entire Gaza strip is not Hamas. Really.

But when an Indonesian political party leashes 200.000 of their masses to demonstrate in front of the US embassy, something is somehow wrong. First of all, it's more of a political statement from the so-called Muslim front, and yet again, these people are pulling their efforts and energies towards things that are happening abroad. Yes I agree that we should denounce the atrocities and violence, but don't we have enough problems at home? You want to make a political statement, try using all that money that is obviously needed for mobilizing a large crowd, to giving food to the poor, improving the quality of life, free education classes.... I could go on.

This is one of many incidents that the US embassy was sieged by demonstrators for something or other; the most notable (and insignificant) being FPI protesting because of a certain mural in the CIA buidling has some sort of imagery that is claimed to be the writing 'Allah' in Arabic. Or something. I have never seen the pictures.

So these demonstrations happen, a strong political message is sent (or not), and neither the Palestinians or the Indonesians are any better from it.

Then we hear FPI wanting to send people to Palestina to help the struggle - OH FOR GOD'S SAKE! There are soooo many people in JAKARTA who need help, let alone other areas in Indonesia. You want to do a political good will act? Try helping the river cleanup, or helping those people whose homes are flooded. I'm pretty sure you'd get good points with God as well.

Stop thinking of collecting your blessings, and start thinking of ways on how to do good deeds. I'm pretty sure helping an old lady cross the street - whatever her religion - counts for more than maintaining a beard.