Belakangan gue banyak ngobrol sama Saskia, dan banyak temen-temen gue, untuk mencoba meluruskan segala benang kusut yang udah menumpuk di hati dan otak beberapa tahun ini. Memang, hidup di Jakarta - atau mungkin, hidup di mana aja jaman sekarang - lebih banyak chaosnya ketimbang yang teratur.. ya paling tidak untuk gue sendiri.
Tapi ya ternyata beberapa teman baik yang gue ajak ngobrol, sedang mengalami hal-hal yang kurang lebih sama dengan yang gue alami sekarang - kebanyakan kerjaan, kepuasan yang didapatkan dari pekerjaan berkurang, semangat turun - yang pastinya akan merembet ke hal-hal lain dan mempengaruhi kinerja.
Paling tidak sih gue agak terhibur karena ternyata bukan gue yang menjadi gila, tapi memang gejala jaman aja kali ya, terutama buat temen-temen dalam situasi yang hampir sama dengan gue.
Bertahun-tahun lalu gue pernah bilang ke sahabat gue, bahwa kerja ya kerja aja, karena kerja bukan hidup. Nggak usah cari kerjaan yang bener-bener ideal dengan keinginan kita, karena yang pertama pasti susah dapet yang bener-bener pas, kedua ya, hidup nggak kerja doang kok - jadi pastiin apa yang lu kerjain bisa melengkapi hidup lu.
Gue tarik balik sedikit deh perkataan itu ya. Kalau kita sudah sampai pada tingkatan tertentu di pekerjaan, bisa itu gaji cukup atau kedudukan/tanggung jawab sesuai keinginan, ternyata nanti ada satu hal lagi yang bisa 'menghancurkan' dua hal itu: kepuasan bekerja. The passion for work, job satisfaction. Atau malah, satisfaction aja.
Yang kita cari tuh apa sih sebenernya dengan bekerja? Biar bisa bawa pulang uang, yang nanti akan dipakai untuk beli ini-itu? Percaya deh, mau gaji berapapun, pasti ada aja kurangnya, nggak bisa ini lah, nggak bisa itu lah. Nggak bisa ganti HP, nggak bisa liburan ke Singapur, nggak bisa makan sushi, nggak bisa beli baju baru.... kita udah terpola konsumtif, jadi pasti adaaa aja yang tidak terpenuhi. Padahal sisi konsumtif itu untuk apa sih? Pastinya, untuk kepuasan diri juga.
Setelah proses yang gue lalui bertahun-tahun, gue punya kesimpulan ini untuk diri sendiri: kerjakan apapun yang memberi kepuasan pada diri lu, tapi pastinya, lu harus tau definisinya kepuasan itu apa pada diri lu. Apa itu perut kenyang tiap malam? Bisa punya BB? Anak bisa sekolah sampai lulus kuliah? Perdamaian dunia? Itu aja didefinisikan dulu. Buat gue sendiri aja itu cukup susah, dan gue yakin masih banyak yang masih sulit mendefinisikan kepuasannya sendiri tanpa terganggu oleh berbagai faktor external.
Nah, kalau udah tau dapat kepuasan dari mana, baru bisa tuh, disusun lagi dari awal, bagian-bagian puzzle yang menjadi hidup kita. Kerjanya apa, hobinya apa, hidup di rumah kayak apa, dan bagaimana menyeimbangkan itu semua. Bukan proses gampang; tapi kalau kita sudah mengenali kebutuhan akan kesetimbangan itu, pasti lebih mudah. Gue sendiri pelan-pelan masih di tahap awal. Pokoknya, prinsipnya adalah, hidup kita adalah sebuah lingkaran utuh; tinggal kita atur porsi-porsinya di dalam lingkaran itu. Kalau ada yang kebanyakan, nanti yang lain berkurang, atau malah merusak bentuk lingkaran tersebut.
Nah, paling mudah dan ideal adalah, bekerja sesuai passion kita, kalau mau lingkaran itu penuh. Tergantung juga sih, definisi kepuasan tadi apa ya.
Mundur sedikit ya. Gue sendiri, dan mungkin temen-temen gue yang gue ajak ngobrol, mengalami beban luar biasa dan kejenuhan dan berbagai gejala lain, yang, terlepas dari faktor external, disebabkan oleh kurang mendapat kepuasan bekerja. Akarnya di situ.
Pilihannya cuma tiga:
1. kurangi ekspektasi kita akan kepuasan di pekerjaan tersebut. Tapi ini yang membuat banyak orang menjadi 'zombie' di pekerjaannya.
2. cari jalan keluar, supaya kepuasan bekerjanya bisa meningkat.
3. kalo mentok juga, ya cari kerjaan lain... tapi jangan sampai terjebak di lingkaran setan yang sama.
Perlu diingat juga, prioritas kita dalam hidup itu pasti sewaktu-waktu berubah, karena toh kita pasti tumbuh dan berubah. Maka dari itu, definisi kepuasannya juga pasti perlu diteliti lagi sewaktu-waktu, supaya kesetimbangan hidup tetap terjaga.
Perjuangan hidup terbesar sepertinya menjaga kesetimbangan itu terus ya, terutama dengan berbagai faktor external yang positif dan negatif yang pasti akan 'mengganggu' dengan caranya sendiri.
Untuk saat ini, kepuasan gue bisa didapat dari:
- berkreasi, dan melihat kreasi itu jadi kenyataan. apapun bentuknya
- manfaat, di luar manfaat finansial seperti gaji, bonus dll. Lebih ke pekerjaannya ada manfaatnya untuk orang lain, bisa itu keluarga, bisa itu bangsa atau negara, ataupun diri sendiri.
- amal. tabungan duniawi dapet kalau bekerja keras dan pintar, tapi gimana caranya tabungan surgawi juga dapet? Gue bukan santri atau orang yang cenderung agamis, tapi karena gue percaya kerja itu ibadah, mbok ya kerjaan gue emang beneran punya nilai amal. Kalau kerja adalah ibadah tapi buat dapetin pahala doang, kok egois ya rasanya.
Satu lagi pemikiran yang keluar: karena kerjaan itu ibadah, kita harus kerja dengan hati senang, kalo nggak, nilai ibadahnya berkurang.
Gue menulis ini bukan sok-sokan ngasih nasihat atau apa, tapi mencoba menulis apa yang sudah menjadi pikiran gue beberapa bulan ini - mudah-mudahan bermanfaat juga ke orang lain.
Satu lagi bang yang kurang, klise sih :
ReplyDeleteBersyukur dengan melihat kebawah jangan keatas terus :)
Oiya, selama ini mindset yg sering timbul adalah :
"Memberi lebih baik dripada menerima"
Reverse it, it will give a balance condition
Belajar menerima, ternyata cukup sulit
Kunjungan di pagi hari yang cerah dan salam kenal sebelumnya dari sesama peserta Pesta Blogger 2009
ReplyDelete