Kadang-kadang menarik untuk membaca artikel dari website berita asing yang membahas kejadiaj-kejadian di Indonesia – seperti disahkannya RUU Pornografi. Yang tersirat dari artikel tersebut adalah wartawan yang menulisnya sedang geleng-geleng kepala dan berkata, ‘ tujuannya apa sih?’
Gue harus agak setuju – pornografi memang tidak dimaksudkan untuk konsumsi masal, dan perlu ada usaha untuk menghindari materi tersebut diakses anak-anak di bawah umur. Untuk orang dewasa, ini lebih ke persoalan kontrol diri dan pendirikan – dan media yang bertanggung jawab. Bukannya sebuah undang-undang justru menjaga ini? Kita bahkan gak bisa mengatur motor-motor di jalanan, tapi masa kita mau mengatur baju yang dipakai orang, yang adalah pasal terabsurd dari undang-undang ini? Bukannya mencari cara untuk dapat mengayomi semua orang, malahan melarang semuanya; lebih tidak merepotkan. Gue nggak bilang pornografi itu bener – dan gue ga mau jadi orang munafik juga – tapi kan bisa diatur dengan lebih baik, ketimbang dianggap seolah-olah usus buntu terinfeksi.
Itu kayak ngomong bahwa ‘karena gue nggak bisa mengendalikan nafsu gue, elu perlu berhenti berpakaian seksi atau berbuat yang membangkitkan nafsu’. Sama aja dengan spanduk-spanduk yang gue pernah liat yang mengatakan ‘untuk yang berpuasa, selamat berpuasa. Untuk yang tidak berpuasa, hargailah yang sedang berpuasa’ – yang menurut gue egois dan hanya berpikir dari satu sisi aja. Kapan dong kita sebagai Muslim menghargai orang lain? Konon katanya kita nggak bisa mengucapkan Selamat Natal. Gue nggak melihat alasan kenapa kita harus berpikir kita lebih baik dari orang lain – terutama karena kasus-kasus seperti ini justru menunjukkan sebaliknya.
Lagi-lagi orang-orang yang seharusnya lebih tahu dari kita, dan lebih pintar dari kita – seperti temen-temen di DPR/MPR – telah menunjukkan sebaliknya. Kancah politik malah memperbodoh bangsa – dan undang-undang pornografi adalah sebuah gerakan politis, dan bukan moral, yang membuatnya sesuatu yang bodoh – dan di saat moral harusnya mengenai pengertian, politik memaksa moral menjadi isu polisi pikiran.
Gimana caranya kita mau keluar dari lubang dan bergabung dengan masyarakat dunia, kalau politisi kita malah menarik kita makin dalam?
No comments:
Post a Comment